laporan praktikum pengelasan
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELASAN LOGAM
NAMA : JUNAIDIN
NIM : 1511041
KELOMPOK : 14
JURUSAN TEKNIK MESIN S-1
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2016
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENGELASAN LOGAM
Disusun oleh:
NAMA :
JUNAIDIN
NIM
: 15.11.041
JURUSAN : TEKNIK MESIN S-1
FAKULTAS : TEKNOLOGI INDUSTRI (FTI)
KELOMPOK : 14
PERIODE : 2016/2017
TAHUN
: 2016
NILAI
: ……… (………)
Mengetahui,
Kepala Laboratorium Teknik
Pengelasan Logam
|
Menyetujui
Dosen
Pembimbing
|
(
Ir. H. Basuki Widodo, MT )
NIP Y.
1018100037
|
( Ir. Anang Subardi, MT. )
NIP. 195506291989101001
|
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun, sehingga dapat menyelesaikan Laporan Pengelasan Logam ini dengan baik.
Laporan Pengelasan Logam ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Jurusan Teknik Mesin S-1 Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang.
Dalam pelaksanaan praktikum hingga proses penyusunan laporan,
penulis telah mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis dalam kesempatan ini ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Bapak
Ir. H. Basuki Widodo, MT. sebagai Kepala Laboratorium Pengelasan.
2. Bapak Ir.
Anang Subardi, MT. Selaku
dosen pembimbing praktikum pengelasan
logam.
3.
Segenap staf dan karyawan Laboratorium
Pengelasan dengan penuh kesabaran membimbing kami semua untuk melaksanakan praktikum hingga mendapat hasil yang maksimal.
4.
Rekan–rekan yang telah banyak membantu mulai dari
proses penyusunan laporan ini hingga selesai.
Kami
selalu menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna memperbaiki penyusunan laporan pada masa yang
akan datang. Semoga buku laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
Malang, 12 Desember 2016
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan zaman yang disertai oleh perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat dewasa ini menciptakan era
globalisasi dan keterbukaan yang menuntut setiap individu untuk ikut serta di
dalamnya, sehingga sumber daya manusia harus menguasai IPTEK serta mampu
mengaplikasikannya dalam setiap kehidupan. Pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari
pertumbuhan peningkatan industri karena memegang peranan utama dalam rekayasa
dan reparasi produksi logam. Pada era industrialisasi dewasa ini teknik
pengelasan telah banyak dipergunakan secara luas pada penyambungan batang-batang,
konstruksi bangunan baja dan konstruksi mesin. Lingkup penggunaan teknik
pengelasan dalam bidang konstruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan,
rangka baja, pipa saluran dan lain sebagainya. Disamping itu proses las dapat
juga dipergunakan untuk reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada
coran, membuat lapisan keras pada perkakas, mempertebal bagian-bagian yang
sudah aus dan lain-lain.
Pengelasan merupakan sarana untuk mencapai pembuatan
yang lebih baik. Karena itu rancangan las harus betul-betul memperhatikan
kesesuaian antara sifat-sifat las yaitu kekuatan dari sambungan dan
memperhatikan sambungan yang akan dilas,
sehingga hasil pengelasan sesuai dengan yang diharapkan. Mutu dari pengelasan
di samping tergantung dari pengerjaan lasnya sendiri dan juga sangat tergantung
dari persiapan sebelum pelaksanaan pengelasan. Berdasarkan definisi dari DIN (Deutch
Industrie Normen) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan
yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi
tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari
beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas.
Pada kegiatan praktikum pengelasan logam ini digunakan
las busur listrik dan las oksi-asetilen. Terutama pada alas busur listrik, hal
tersebut sangat erat hubungannya dengan arus listrik, ketangguhan, cacat las,
serta retak yang pada umumnya mempunyai pengaruh yang fatal terhadap keamanan
dari konstruksi yang dilas. Maka dari itu praktikan diharapkan dapat menguasai
teknik pengelasan dan dapat menghasilkan hasil pengelasan yang baik dan
berkualitas. Praktikum pengelasan yang dilakukan di
Laboratorium Pengelasan ITN Malang berlangsung selama satu hari dengan tahapan
dua kategori tentang yaitu pengelasan dengan cara lurus, serta menyambungkan
kedua plat yang telah disediakan oleh pihak kampus/kepala lab. pengelasan ITN Malang. Penilaian yang diambil ialah cara
mengelas yang lurus kemudian dengan kerapian hasil pengelasan. Dan juga
bagaimana cara posisi elektroda, brander, dan filler rod dengan sudut berapa mahasiswa
dituntut untuk dapat menguasi secara maksimal dengan adanya praktikum ini,
sehingga mahasiswa tidak menghayal tentang apa yang dimaksud dengan pengelasan
seperti pada saat menerima teori.
1.2 Tujuan Praktikum
Praktikum pengelasan logam merupakan penerapan teori-teori yang
pernah diberikan dalam perkuliahan. Tujuan utama dari praktikum ini adalah:
a.
Praktikan dapat mengoperasikan
alat las busur listrik dan las oksi-asetilen dengan
baik.
b.
Mengetahui beberapa proses atau
teknik dalam melakukan sambungan dengan macam-macam gerakan elektroda.
c.
Praktikan dapat melakukan
penyambungan logam dengan baik.
d.
Merencanakan dan membuat barang
jadi melalui teknik pengelasan logam.
e.
Dengan melakukan praktikum ini,
diharapkan praktikan memiliki pengalaman praktik dalam proses produksi melalui
proses pengelasan logam.
1.3 Batasan Masalah
Agar
lebih terarah dan tercapainya penyusunan laporan praktikum pengelasan, maka
ruang lingkup hanya membahas masalah yang berkaitan dengan proses pengelasan
logam, antara lain:
a.
Pengelasan menggunakan las
busur listrik SMAW (Shielded metal arc Welding) dan oksi-asetilen (Oxyacetylin welding).
b.
Tidak membahas masalah biaya
proses pengelasan logam.
1.4 Metodologi
Dalam melakukan
penulisan laporan ini penulisan menggunakan berbagai metode dengan tujuan untuk
memberikan hasil laporan yang baik sehingga memberikan manfaat, metode-metode tersebut diantaranya:
1.4.1 Metode pustaka
Metode pustaka
ini merupakan atas dasar studi literatur, baik dari buku-buku
yang bersifat ilmiah serta referensi yang mendukung permasalahan yang dibahas.
1.4.2 Metode lapangan
Penulisan
langsung terjun kelapangan, dalam melakukan praktikum pengelasan serta
mengevaluasikan dengan teori-teori yang didapatkan di bangku kuliah.
1.4.3 Metode Interview
Metode ini
diterapkan dengan melakukan konsultasi kepada dosen pembimbing atau
asisten lab demi kelancaran proses pembuatan laporan ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penjelasan Umum Pengelasan
Berdasarkan penemuan benda-benda sejarah dapat diketahui
bahwa teknik penyambungan logam telah diketahui sejak zaman prasejarah,
misalnya pembrasingan logam paduan emas tembaga dan pematrian paduan
timbal-timah. Menurut keterangan yang didapat telah diketahui dan
dipraktekkan dalam rentang waktu antara tahun 3000 sampai 4000 SM.
Alat-alat las busur dipakai secara luas setelah alat
tersebut digunakan dalam praktek oleh Benardes (1985). Dalam penggunaan yang
pertama ini Benardes memakai elektroda yang dibuat dari batang karbon atau
grafit. Karena panas yang timbul, maka logam pengisi yang terbuat dari logam
yang sama dengan logam induk mencair dan mengisi tempat sambungan.
Zerner (1889) mengembangkan cara pengelasan busur yang baru dengan dengan
menggunakan busur listrik yang dihasilkan oleh dua batang karbon. Slavianoff
(1892) adalah orang pertama yang menggunakan kawat logam elektroda yang turut
mencair karena panas yang ditimbulkan oleh busur listrik yang terjadi. Kemudian Kjellberg menemukan
bahwa kualitas sambungan las menjadi lebih baik bila kawat elektroda logam yang
digunakan dibungkus dengan terak.
Dari tahun 1950 sampai sekarang telah ditemukan
cara-cara las baru antara lain las tekan dingin, las listrik terak, las busur
dengan pelindung gas CO, las gesek, las
ultrasonik, las sinar elektron, las busur plasma, las laser, dan masih banyak
lagi lainnya.
2.2 Klasifikasi Pengelasan
Klasifikasi pengelasan dapat
dibedakan berdasarkan beberapa aspek, antara lain:
a.Ditinjau dari
sumber panas
Jika ditinjau dari jenis
sumber panas yang digunakan dalam proses pengelasan, maka dapat dibedakan
menjadi:
• Mekanik
• Listrik
• Kimia
b.Ditinjau dari cara pengelasan
Jika
ditinjau dari cara pengelasan dapat dibedakan menjadi:
• Pengelasan dengan
tekanan (Pressure Welding)
• Pengelasan cair (Fusion Welding)
Sedangkan
pengelasan cair sendiri dibedakan menjadi:
·
Pengelasan Oksi-asetilen (Oxyacetylin
welding)
·
Las Busur Listrik SMAW (Shielded Metal Arc Welding)
2.3 Las Busur Listrik SMAW
Las busur listrik atau umumnya disebut dengan las
listrik adalah suatu proses penyambungan logam dengan menggunakan tenaga
listrik sebagai sumber panas. Jenis sambungan dengan las Iistrik ini adalah
merupakan sambungan tetap dengan menggunaan
busur listrik untuk pemanasan.
2.3.1 Prinsip Kerja
Panas oleh busur listrik terjadi
karena adanya loncatan elektron dari elektroda melalui udara ke benda kerja. Elektron tersebut bertumbukan dengan
udara/gas serta memisahkannya menjadi elektron dan ion positif. Daerah di mana terjadi loncatan
elektron disebut busur (Arc). Menurut
Bernados (1885) bahwa busur yang terjadi di antara katoda karbon dan anoda
logam dapat meleburkan logam sehingga bisa dipakai untuk penyambungan 2 buah
logam. Untuk menimbulkan busur nyala
listrik, kedua elektroda dihubungkan singkat dengan cara disentuhkan lebih
dahulu (Arcstarting) dan pada bagian yang bersentuhan ini akan terjadi
pemanasan, hal ini mendorong terjadinya busur. Pembentukan busur tersebut
ditunjukkan seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 2.1. Busur Listrik Las SMAW
(Sumber: https://www.academia.edu/8717102/las_listrik)
2.3.2 Peralatan SMAW
Alat-alat
las SMAW dibedakan menjadi 3 kelompok:
1.
Alat utama
2.
Alat bantu, dan
3.
Alat keselamatan
kerja
Gambar 2.2. Peralatan Las Listrik
1. Alat Utama Las SMAW
Alat
utama las busur manual dalam pengoperasiannya harus sesuai SOP yang berlaku,
yaitu:
·
Trafo las
(generator)
Pemilihan
trafo las pada saat akan membeli, harus dipertimbangkan tentang kebutuhan
maksimal (beban pekerjaan yang akan dikenakan kepada trafo las tersebut.
Apabila beban pekerjaannya besar maka langkah pemilihannya adalah dapat
dipertimbangkan tentang tegangan input: 3PH, 2PH atau 1PH; Ampere output,
dipertimbangkan dari diameter elektroda yang akan digunakan dan yang paling
penting adalah duty cycle dari trafo tersebut. Dalam hal ini pilihlah
trafo las yang memiliki duty cycle yang tinggi untuk ampere yang tinggi, misal
duty cycle 100% untuk arus sampai dengan 200 A. Langkah berikutnya gunakan
tang ampere untuk mengecek kesesuaian out put arus pengelasan pada indikator
dengan kenyataannya yang terlihat pada tang ampere. Jenis trafo las juga perlu
dipertimbangkan apakah trafi AC atau DC. Hal ini terkait dengan jenis elektroda yang akan digunakan.
Jika
menggunakan multi electrode, pilihlah trafo DC. Cara mengoperasikan trafo las
terlebih dahulu harus dilihat instalasinya, kabel tenaga ke trafo
las, kabel massa, kabel elektroda dan kondisi trafo sendiri, apakah pada tempat
yang kering atau basah. Setelah diketahui instalasinya baik, maka saklar
utama pada kabel tenaga di on kan, selanjutnya saklar pada trafo las di on kan.
Pastikan
kabel massa dan kabel elektroda tidak dalam kondisi saling berhubungan. Atur arus
pengelasan yang dibutuhkan dan selanjutnya gunakan untuk mengelas. Apabila
proses pengelasan telah selesai, trafo las dimatikan kembali.
Gambar 2.3. Generator las listrik
(Sumber: Laboratorium Pengelasan)
·
Memilih
besar arus listrik
Besar arus listrik untuk pengelasan
tergantung pada ukuran diameter dan macam-macam elektroda las. Kebutuhan arus
terhadap diameter dan macam elektroda las ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Besar arus dalam ampere dan diameter (mm)
·
Kabel massa dan
Kabel elektroda
Kabel
elektroda dan kabel massa harus menggunakan kabel serabut sehingga lentur
dengan ukuran disesuaikan dengan ampere maksimum trafo las (lihat ketentuan
pada tabel) kabel las. Kabel elektroda dan kabel massa harus terkoneksi) terinstall
dengan kuat dengan trafo las agar aliran arus pengelasan sesuai dengan
ketentuan yang tertera dalam indikator ampere pada trafo las. Penggunaan kabel
elektroda dan kabel massa pada saat pengelasan harus disiapkan dengan benar,
yaitu dalam kondisi terurai, tidak tertekuk dan saling berlilitan. Dengan
kondisi semacam ini maka aliran arus pengelasan akan maksimal. Jika sudah tidak
dipakai, trafo las dimatikan dan kabel las digulung dan diletakkan dengan benar
tidak saling berbelit agar mudah dalam penggunaan di waktu yang lain.
·
Pemegang elektroda
Perlengkapan ini
berfungsi untuk menjepit atau memegang elektroda. Pada bagian tangkainya dilengkapi dengan elektroda agar
dapat dipegang dengan aman pada waktu bekerja. Alat ini harus memenuhi syarat diantaranya tidak mudah panas,
ringan, dan isolator cukup aman bagi sipemakai.
Gambar 2.4. Pemegang elektroda
(Sumber: Laboratorium Pengelasan)
·
Penjepit massa
Bagian logam
yang akan di las berfungsi sebagai kutub negatif (masa). Alat ini dapat
langsung dijepitkan pada logam yang akan dikerjakan atau dapat juga dijepitkan
pada meja kerja (masa besi). Kontak dengan masa ini harus baik agar diperoleh
hasil pekerjaan yang baik pula. Kontak yang tidak baik akan menimbulkan panas
yang berarti penggunaan tanaga untuk menghasilkan bunga api yang sesuai.
2. Alat Bantu Las SMAW
Alat-alat bantu las harus digunakan dengan benar sesuai fungsinya
dan dengan teknik yang benar pula. Di samping itu cara penyimpanannya harulah
ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak saling bertumpukan dan saling
bergesekan satu sama lain. Alat-alat tersebut antara lain:
1)
Meja las
Meja las
adalah tempat untuk menempatkan benda kerja pada posisi yang dipersyaratkan. Meja las harus diletakkan sedemikian rupa
dan tidak mudah bergerak saat tersenggol atau saat welder melakukan pengelasan.
Gunakan benda kerja lain saat mencoba penyalaan elektroda dan jangan dilakukan
di meja las.
2)
Palu terak
Palu terak
adalah alat untuk membersihkan terak dari hasil pengelasan. Dalam menggunakan palu terak ini jangan
sampai membuat luka pada hasil pengelasan maupun pada base metalnya. Karena luka bekas pukulan adalah
merupakan cacat pengelasan. Palu terak sebelum digunakan dicek ketajamannya dan
kondisinya. Apabila sudah
tumpul, maka harus ditajamkan dengan menggerindanya. Setelah selesai
menggunakannya, tempatkan palu terak pada tempatnya secara rapi.
Gambar 2.6.palu terak
3)
Sikat baja
Gambar 2.7.sikat baja
(Sumber: Laboratorium pengelasan)
4)
Penjepit benda
kerja
Alat
penjepit digunakan untuk memegang logam yang panas setelah mengalami proses
pengelasan.
Gambar 2.8.Tang penjepit
3. Alat Keselamatan Kerja Las
Alat keselamatan kerja las, antara
lain:
·
Helm las (topeng
las)
Helm
las/topeng las digunakan untuk melindungi muka dari sinar las (sinar
ultraviolet, infra red), radiasi panas las serta percikan bunga api las. Apabila muka juru
las tidak dilindungi maka kulit muka akan terbakar dan sel-sel kulit maupun
daging akan rusak. Pada helm las tertentu didesain dilengkapi dengan masker
hidung, yang fungsinya adalah melindungi diri dari asap las dan debu
pengelasan. Asap las dan debu ini akan mengganggu pernapasan dan dapat
mengakipatkan penyakit paru-paru (pernapasan) serta ginjal.
Gambar 2.9.Topeng las
(Sumber: Laboratorium Pengelasan)
·
Kaca las
Kaca las akan melindungi mata dari sinar las
yang menyilaukan, sinar ultra violet, dan infra red. Nyala-nyala ini akan mampu
merusak penglihatan mata juru las, bahkan dapat mengakibatkan kebutaan. Pemilihan kaca las
disesuaikan dengan besar kecilnya arus pengelasan yang digunakan juru las
(lihat tabel) pada buku-buku referensi pengelasan. Contohnya adalah untuk
pengelasan sampai 150 ampere menggunakan kaca las NO 10.
Tabel 2.2. Klasifikasi kaca las
Gambar 2.10.Kaca las
(Sumber: Laboratorium Pengelasan)
·
Apron (pelindung
dada)
Apron berfungsi untuk melindungi
dada dari sinar ultra violet, infra red, percikan bunga api las dan panas
pengelasan. pelindung dada ini terbuat dari kulit yang lentur.
Gambar 2.11.Pelindung dada (Apron)
·
Baju kerja
Dengan
menggunakan pakaian kerja, juru las akan merasa nyaman dalam bekerja karena
tidak berfikir tentang lingkungan yang dapat mengotori pakaiannya. Di samping itu
pula dengan menggunakan pakaian kerja juru las memiliki keleluasaan untuk
bergerak mengahadapi pekerjaannya. Pakaian kerja dapat terbuat dari bahan katoon,
kulit atau levis. Pakaian kerja jurulas dibuat lengan panjang dan bercelana panjang.
Gambar 2.12.Pakaian kerja
·
Sarung tangan
Sarung
tangan berfungsi untuk melindungi tangan dari sengatan listrik, panas lasan,
dan benda-benda yang tajam.
Gambar 2.13.Sarung tangan
(Sumber: Laboratorium Pengelasan)
·
Sepatu kulit
kapasitas 2ton
Sepatu
ini terbuat dari kulit yang pada ujungnya terdapat logam pelindung dengan
kapasitas 2ton. Sepatu ini akan melindungi juru las dari sengatan listrik, kejatuhan
benda, benda-benda yang panas dan benda-benda yang tajam.
Gambar 2.14.Sepatu safety
(Sumber:
https://www.academia.edu/8717102/las_listrik)
2.3.3 Posisi Pengelasan SMAW
Posisi
mengelas didasarkan pada kampuh-kampuh atau model sambungan benda kerja yang
akan di las. Ada 4 posisi dalam ilmu pengelasan.
a.
Posisi Mengelas Di bawah Tangan
(Under Hand Position)
Posisi
mengelas dibawah tangan Mengelas dengan cara posisi benda kerja yang ingin di
las pada posisi dibawah tangan. Bagian benda kerja yang akan dilas merupakan
bagian permukaan yang rata (datar) atau agak miring dengan eloktroda las (busur
nyala). Pengelasn dengan cara ini dilakukan dengan mengatur kemiringan
elektroda las 10˚-20˚ terhadap garis vertical, dan 70˚-80˚ terhadap benda kerja
yang akan dilas.
b.
Posisi Mengelas Vertikal (Vertikal Position)
Pada
Posisi pengelasan vertical, benda kerja yang akan dilas letaknya vertikal dengan
posisi welder. Pengelasan dengan posisi vertical merupakan pengelasan yang
sulit dilakukan, karena eloktroda yang mencair mengalir jatuh kebawah dan sering melekat
atau menumpuk dibagian bawah benda kerja. Untuk menghindari jatuhnya elektroda
cair kebawah, maka padat dilakukan dengan cara memiringkan posisi elektroda
sekitar 10º-15º dari garis vertical dan 10º-15º dari garis horizontal.
Gambar 2.15. Pengelasan vertikal
(Sumber:
https://www.academia.edu/8717102/las_listrik)
c.
Posisi Mengelas Horizontal (Horizontal Position)
Pada posisi
pengelasan ini, benda kerja diletakkan dalam kedudukan horizontal. Sama dengan
posisi vertical, pengelasan horizontal ini juga menuntut keterampilan yang
lebih baik, karena cairan logam cendurung turun. Untuk menghindari itu
semua, maka dapat dilakukan usaha yaitu mengatur kemiringan kedudukan elektroda
70º-80º terhadap benda kerja dan 10º-20º terhadap garis Horizontal.
Gambar 2.16.Pengelasan horizontal
(Sumber:
https://www.academia.edu/8717102/las_listrik)
d.
Posisi Mengelas Di Atas Kepala (Over Head Position)
Posisi
benda kerja terletak di atas kepala welder (45º kebawah). Pengelasan
dengan posisi ini termasuk pengelasan yang rumit dilakukan dan paling
berbahaya, karena arah lelehan logam cair melawan arah gravitasi. Jika keterampilan
kurang memadai, tidak menutup kemungkinan welder akan tertimpa tetesan logam
cair. Oleh karena itu mengelas dengan posisi ini hendaknya dilengkapi dengan
pelindung badan lengkap dan sarung tangan untuk memperkecil resiko yang akan terjadi.
2.3.4 Keselamatan Kerja SMAW
1. Untuk
melindungi anggota badan dari percikan api las dan sinar las gunakan pakaian
keselamatan kerja dengan baik.
2. Gunakan
tabir pelindung untuk menghalangi sinar tajam dan percikan api supaya tidak
mengganggu orang lain.
3. Pakailah
kaca mata pengaman secara baik.
4.
Pakailah
topi pengaman jika mengelas ditempat-tempat yang rumit.
5. Hindari
jalur kabel yang melintasi pintu atau tempat lalu lintas orang banyak.
6.
Hindari
benda panas, benda tajam, nyala api terkena atau
mengganggu kabel las.
2.4 Las Oksi-Asetilen
Pengelasan
dengan gas dilakukan dengan membakar bahan bakar gas yang dicampur dengan
oksigen (O2) sehingga menimbulkan nyala api dengan suhu tinggi yang
mampu mencairkan logam induk dan logam pengisinya. Jenis bahan bakar gas yang
digunakan misalnya asetilen, propana atau hidrogen, sehingga cara pengelasan
ini dinamakan las oksi-asetilen atau dikenal dengan nama las karbit.
Nyala
asetilen diperoleh dari nyala gas campuran oksigen dan asetilen yang digunakan
untuk memanaskan logam sampai mencapai titik cair logam induk. Pengelasan dapat
dilakukan dengan atau tanpa logam pengisi.
Oksigen
diperoleh dari proses elektrolisa atau proses pencairan udara. Oksigen komersil
umumnya berasal dari proses pencairan udara dimana oksigen dipisahkan dari
nitrogen. Oksigen ini disimpan dalam silinder baja pada tekanan 14 MPa. Gas asetilen (C2H2)
dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan air. Gelembung-gelembung gas naik dan
endapan yang terjadi adalah kapur tohor.
Reaksi yang terjadi dalam
tabung asetilen adalah:
CaC2
|
+
|
2H2O
|
Ca(OH)2
|
+ C2H2
|
Bila dihitung ternyata 1 kg CaC2
menghasilkan kurang lebih 300 liter asetilen.
Sifat
dari asetilen (C2H2) yang merupakan gas bahan bakar
adalah tidak berwarna, tidak beracun, berbau, lebih ringan dari udara,
cenderung untuk memisahkan diri bila terjadi kenaikan tekanan dan suhu (di atas
1,5 bar dan 350o C), dapat larut dalam massa berpori (aseton).
Karbida
kalsium keras, mirip batu, berwarna kelabu dan terbentuk sebagai hasil reaksi
antara kalsium dan batu bara dalam dapur listrik. Hasil reaksi ini kemudian
digerus, dipilih dan disimpan dalam drum baja yang tertutup rapat. Gas asetilen
dapat diperoleh dari generator asetilen yang menghasilkan gas asetilen dengan
mencampurkan karbid dengan air atau kini dapat dibeli dalam tabung-tabung gas
siap pakai. Agar aman tekanan gas asetilen
dalam tabung tidak boleh melebihi 100 Kpa, dan disimpan tercampur dengan
aseton. Tabung asetilen diisi dengan
bahan pengisi berpori yang jenuh dengan aseton, kemudian diisi dengan gas
asetilen. Tabung jenis ini mampu menampung gas asetilen bertekanan sampai 1,7
MPa.
2.4.1 Prinsip Kerja
Prinsip
dari pengelasan ini tidak terlalu rumit. Hanya dengan mengatur besarnya gas
asetilen dan oksigen, kemudian ujungnya didekatkan dengan nyala api maka akan
timbul nyala api. Tetapi besarnya gas asetilen dan oksigen harus diatur
sedemikian rupa dengan memutar pengatur tekanan sedikit demi sedikit. Apabila gas asetilen saja yang
dihidupkan maka nyala apinya berupa nyala biasa dengan mengeluarkan jelaga.
Apabila gas asetilennya terlalu sedikit yang diputar, maka api las tidak akan menyala.
Kecepatan
penarikan kembali gas per jam dari sebuah silinder asetilen tidak boleh lebih
besar dari 20% (seperlima) dari isinya, agar gas aseton bisa dialirkan
(silinder asetilen haruslah selalu tegak lurus).
2.4.2 Peralatan Las Oksi-Asetilen
1. Tabung Gas
Tabung
gas berfungsi untuk menampung gas atau gas cair dalam kondisi bertekanan. Umumnya tabung gas dibuat dari Baja, tetapi sekarang ini sudah banyak
tabung-tabung gas yang terbuat dari paduan Alumunium. Tabung gas tersedia dalam bentuk beragam mulai
berukuran kecil hingga besar. Ukuran tabung ini dibuat berbeda karena
disesuaikan dengan kapasitas daya tampung gas dan juga jenis gas yang
ditampung. Untuk membedakan tabung gas apakah didalamnya
berisi gas Oksigen, asetilen atau gas lainnya dapat dilihat dari kode warna yang ada pada tabung
itu.
2. Katup Tabung
Sedang
pengatur keluarnya gas dari dalam tabung maka digunakan katup. Katup ini ditempatkan tepat dibagian atas
dari tabung. Pada tabung gas Oksigen, katup biasanya dibuat dari material
Kuningan, sedangkan untuk tabung gas Asetilen, katup ini terbuat dari material
baja.
3.
Regulator
Gambar
2.19. Regulator
Regulator
atau lebih tepat dikatakan Katup Penurun Tekanan, di pasang pada katub tabung dengan tujuannya untuk
mengurangi atau menurunkan tekanan hingga mencapai tekanan kerja torch.
Regulator ini juga berperan untuk mempertahankan besarnya tekananan kerja
selama proses pengelasan atau pemotongan. Bahkan jika tekanan dalam tabung
menurun, tekanan kerja harus di pertahankan tetap oleh regulator.
Pada
regulator terdapat bagian-bagian seperti saluran masuk, katup pengaturan tekan
kerja, katup pengaman, alat pengukuran tekanan tabung, alat pengukuran tekanan
kerja dan katup pengatur keluar gas menuju selang.
Gambar 2.20. Selang gas
(Sumber: Laboratorium Pengelasan)
Untuk mengalirkan gas yang keluar dari tabung menuju torch digunakan selang gas. Untuk memenuhi persyaratan keamanan, selang harus mampu menahan tekanan kerja dan tidak mudah bocor. Dalam pemakaiannya, selang dibedakan berdasarkan jenis gas yang dialirkan. Untuk memudahkan bagaimana membedakan selang Oksigen dan selang Asetilen maka cukup memperhatikan kode warna pada selang. Berikut ini diperlihatkan table yang berisi informasi tentang perbedaan warna untuk membedakan jenis gas yang mengalir dalam selang.
Untuk mengalirkan gas yang keluar dari tabung menuju torch digunakan selang gas. Untuk memenuhi persyaratan keamanan, selang harus mampu menahan tekanan kerja dan tidak mudah bocor. Dalam pemakaiannya, selang dibedakan berdasarkan jenis gas yang dialirkan. Untuk memudahkan bagaimana membedakan selang Oksigen dan selang Asetilen maka cukup memperhatikan kode warna pada selang. Berikut ini diperlihatkan table yang berisi informasi tentang perbedaan warna untuk membedakan jenis gas yang mengalir dalam selang.
5. Torch
(Sumber: Laboratorium Pengelasan)
Gas yang dialirkan melalui selang
selanjutnya diteruskan oleh torch, tercampur didalamnya dan akhirnya pada ujung
nosel terbentuk nyala api. Dari keterangan di atas, torch memiliki 2 fungsi
yaitu:
a.
Sebagai pencampur gas oksigen
dan gas bahan bakar
b.
Sebagai pembentuk nyala api diujung nosel
2.4.3 Nyala Api Oksi-Asetilen
Nyala
hasil pembakaran dalam las oksi-asetilen dapat berubah bergantung pada
perbandingan antara gas oksigen dan gas asetilennya. Ada tiga macam nyala api
dalam las oksi-asetilen, yaitu:
1. Nyala Karburasi
Bila terlalu
banyak perbandingan gas asetilen yang digunakan maka di antara kerucut dalam
dan kerucut luar akan timbul kerucut nyala baru berwarna biru. Di antara
kerucut yang menyala dan selubung luar akan terdapat kerucut antara yang
berwarna keputih-putihan, yang panjangnya ditentukan oleh jumlah kelebihan
asetilen. Hal ini akan menyebabkan terjadinya karburisasi pada logam cair.
Nyala ini banyak digunakan dalam pengelasan logam monel, nikel, berbagai jenis
baja dan bermacam-macam bahan pengerasan permukaan non-ferrous.
Gambar 2.22. Nyala Api Karburasi
|
2. Nyala Netral
Nyala ini
terjadi bila perbandingan antara oksigen dan asetilen sekitar satu. Nyala terdiri atas kerucut dalam
yang berwarna putih bersinar dan kerucut luar yang berwarna biru bening. Oksigen yang diperlukan nyala ini
berasal dari udara. Suhu maksimum setinggi 3300 sampai 3500oC tercapai pada ujung
nyala kerucut.
Gambar 2.23. Nyala Api Netral
3. Nyala Oksidasi
Bila gas
oksigen lebih daripada yang dibutuhkan untuk menghasilkan nyala netral maka
nyala api menjadi pendek dan warna kerucut dalam berubah menjadi ungu. Nyala
ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi atau dekarburisasi pada logam
cair. Nyala yang bersifat oksidasi ini harus digunakan dalam pengelasan fusion dari kuningan dan perunggu namun
tidak dianjurkan untuk pengelasan lainnya. Karena sifatnya yang dapat merubah komposisi
logam cair maka nyala asetilen berlebih dan nyala oksigen berlebih tidak dapat
digunakan untuk mengelas baja. Suhu pada ujung kerucut dalam kira-kira 3000oC dan di tengah
kerucut luar kira-kira 2500oC.
|
Pada pengelasan oksi-asitelin, untuk melakukan
pengelasan dengan ketebalan benda kerja tertentu, juga dibutuhkan blander
dengan spesifikasi khusus. Kode SW pada tabel dibawah ini adalah blander yang
digunakan untuk pengelasan berat (Heavy
Duty), kode MW untuk pengelasan sedang (Medium
Duty) dan kode AW untuk pengelasan standard (Standard Duty) dan kode-kode tersebut adalah kode produk dari
perusahaan perlengkapan las Smith
Equipment. Sedangkan digit angka setelah kode diatas hanyalah sebagai kode
untuk jenis-jenis dari setiap blander.
Tabel 2.4. Kegunaan las oksi asetilin menurut ketebalan benda kerja
2.4.4 Posisi Pengelasan Oksi-Asetilen
a. Pengelasan di bawah tangan
Pengelasan
di bawah tangan adalah proses pengelasan yang dilakukan di bawah tangan dan
benda kerja terletak di atas bidang datar. Sudut ujung pembakar (brander)
terletak diantara 60° dan kawat pengisi (filler rod) dimiringkan dengan sudut
antara 30°-40° dengan benda kerja. Kedudukan ujung pembakar ke sudut sambungan
dengan jarak 2–3 mm agar terjadi panas maksimal pada sambungan. Pada sambungan
sudut luar, nyala diarahkan ke tengah sambungan dan gerakannya adalah lurus.
b. Pengelasan mendatar (horisontal)
Pada
posisi ini benda kerja berdiri tegak sedangkan pengelasan dilakukan dengan arah
mendatar sehingga cairan las cenderung mengalir ke bawah, untuk itu ayunan
brander sebaiknya sekecil mungkin. Kedudukan brander terhadap benda kerja
menyudut 70° dan miring kira-kira 10° di bawah garis mendatar, sedangkan kawat
pengisi dimiringkan pada sudut 10° di atas garis mendatar.
c. Pengelasan tegak (vertikal)
Pada
pengelasan dengan posisi tegak, arah pengelasan berlangsung ke atas atau ke
bawah. Kawat pengisi ditempatkan antara nyala api dan tempat sambungan yang
bersudut 45°-60° dan sudut brander sebesar 80°.
d. Pengelasan di atas kepala (over head)
Pengelasan
dengan posisi ini adalah yang paling sulit dibandingkan dengan posisi lainnya
dimana benda kerja berada di atas kepala dan pengelasan dilakukan dari
bawahnya. Pada pengelasan posisi ini sudut brander dimiringkan 10° dari garis
vertikal sedangkan kawat pengisi berada di belakangnya bersudut 45°-60°.
e. Pengelasan dengan arah ke kiri (maju)
Cara
pengelasan ini paling banyak digunakan dimana nyala api diarahkan ke kiri
dengan membentuk sudut 60° dan kawat las 30° terhadap benda kerja sedangkan
sudut melintangnya tegak lurus terhadap arah pengelasan. Cara ini banyak
digunakan karena cara pengelasannya mudah dan tidak membutuhkan posisi yang
sulit saat mengelas.
f. Pengelasan dengan arah ke kanan (mundur)
Cara
pengelasan ini adalah arahnya kebalikan daripada arah pengelasan ke kiri.
Pengelasan dengan cara ini diperlukan untuk pengelasan baja yang tebalnya 4,5 mm ke
atas.
2.4.5 Keselamatan Kerja Las Oksi-Asetilen
a. Didalam pekerjaan las gas diperlukan pakaian
kerja yang dilindungi dengan pelindung dari kulit (apron).
b. Jangan lupa pula mengenakan pelindung untuk sepatu.
c. Topi/helm dipergunakan untuk melindungi kepala/rambut dari percikan api.
d. Kaca mata untuk melindungi mata dari percikan-percikan api, dan sinar yang menyilaukan dari ujung pembakar, serta untuk mengurangi panasnya api terhadap mata.
BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1 Prosedur Kerja Las SMAW
Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum kali ini adalah
sebagai berikut:
1. Mempersiapkan
keseluruhan peralatan yang akan dipergunakan untuk mengelas dan pergunakan
kacamata las maupun alat pelindung yang lain. Terutama pada benda kerja, buat
garis terlebih dahulu daerah yang akan dilas.
2. Pastikan inventer sudah tersambung
dengan stop kontak lalu nyalakan inventer. Lakukan penyetelan kuat arus pada
inventer yang digunakan untuk pengelasan yakni 70-80 A.
3. Menyalakan
busur las listrik dengan cara:
·
Memegang elektroda
secara menyudut dan ujung elektroda digoreskan pada permukaan benda kerja.
·
Memegang
elektroda secara tegak lurus diketukan/disentuhkan naik turun pada permukaan
benda kerja. Kondisi ini digunakan pada saat pengelasan vertikal.
4. Panjang
busur dibuat 1x diameter elektroda, dan posisi elektroda dibuat
menyudut 70o-80o terhadap permukaan benda kerja kearah
gerak pengelasan.
5. Dilakukan pengelasan dan kubangan las
dibuat melebur sampai 1,5 atau 2x diameter elektoda. Elektroda digerakan dengan
kecepatan yang konstan supaya terbentuk jalur
las yang sama lebarnya.
6. Bila elektroda harus diganti sebelum
pengelasan selesai, maka busur listrik perlu dinyalakan lagi dan sebaiknya
dilakukan pada tempat kurang lebih 25 mm sebelum las berhenti. Setelah proses pengelasan
selesai segera matikan busur listrik.
7. Untuk memadamkan busur listrik, sebelum
elektroda dijauhkan dari benda kerja sebaiknya panjang busur dikurangi terlebih
dahulu lalu lakukan penjauhan dengan posisi sedikit miring. Hal tersebut
bertujuan untuk mendapatkan sambungan manik las yang baik.
8. Untuk mengakhiri penggunaan las,
turunkan besaran arus pada inventer sampai angka teredah, lalu tekan tanda power untuk mematikan inventer.
9. Angkat benda kerja hasil las dengan
menggunakan tang, lalu masukkan ke dalam air yang telah disediakan untuk
pendinginan cepat.
10. Lakukan pemukulan dengan palu pada
benda kerja untuk memisahkan hasil las dengan terak lalu bersihkan terak
tersebut.
11. Bila dirasa hasil las sudah dirasa
baik, maka proses pengelasan selesai dan kemasi seluruh peralatan kerja. Namun
bila belum, lakukan pembersihan benda kerja dan garisi kembali kemudian lakukan
prosedur dari awal kembali.
3.2 Analisa Hasil Las SMAW
Berikut ini gambar dari hasil pelaksanaan praktikum
pengelasan logam:
Gambar 3.1
hasil pengalasan SMAW
(Dokumentasi
Pribadi)
Keterangan:
1. Cacat Percikan Las / Spatters
2. Overlap
3. Incomplete fusion
4. Porositas
Berdasarkan hasil las yang telah dicapai penulis,
dapat dikatakan las tidak seutuhnya jadi dikarenakan ini menjadi permulaan
penulis mengelas. Dalam
analisa ini, penulis mengalami kendala dalam menentukan jenis cacat-cacat las karena analisa hanya dengan menggunakan visual belaka. Jadi, secara garis besar penulis menghubungkan kegagalan atau cacat las
dengan kekurangan keahlian penulis dalam mengelas. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan akan dihubungkan dengan teori
penyebab cacat-cacat las. Berikut ini adalah
uraiannya:
1. Cacat Percikan las / Spatters
Cacat
las ini biasanya terjadi karena beberapa hal:
a. Lingkungan yang basah atau lembab.
b. Elektroda lembab.
c. Angin masuk ke kolam las.
b. Elektroda lembab.
c. Angin masuk ke kolam las.
d. Busur terlalu panjang.
e. Arus Capping terlalu tinggi.
f. Salah jenis arus.
g. Salah jenis polaritas.
h. Lapisan Galvaniiza belum digerinda.
g. Salah jenis polaritas.
h. Lapisan Galvaniiza belum digerinda.
Akibat dari cacat las ini adalah buruk rupa dan mengawali karat permukaan. Cara penanggulangannya
yakni cukup dengan dichip / pahat saja atau dikikir kasar, namun tidak boleh
digerinda karena akan memakan permukaan base metalnya.
2.
Overlap
Cacat ini merupakan
kelebihan logam las pada bagian tepi yang menempel logam dasar dan tidak
terjadi perpaduan antara logam las.
Hal ini dapat terjadi karena:
a.
Kecepatan pengelasan yang
terlalu rendah.
b.
Ayunan atau gerakan pengelasan
yang salah.
Cara penanggulangan:
a.
Menstabilkan kecepatan
pengelasan
b.
Derajat kemiringan elektroda
yang benar.
3.
Incomplete
fusion
Cacat
ini merupakan cacat akibat terjadinya “discontinuity” yaitu ada bagian yang tidak menyatu
antara logam induk dengan logam pengisi. Disamping itu cacat jenis ini dapat
pula terjadi pada pengelasan berlapis (multipass welding) yaitu terjadi antara
lapisan las yang satu dan lapisan las yang lainnya.
Dikarenakan oleh:
a.
Posisi pengelasan yang salah
b.
Sudut elektroda yang salah
c.
Panas yang diterima terlalu
kecil
d.
Welding gap terlalu kecil
e.
Permukaan kampuh kotor
f.
Kecepatan pengelasan terlalu
tinggi
Cara mengatasinya:
a. Memperbaiki posisi pengelasan
b. Memperbaiki sudut electrode
c. Panas yang diterima harus sesuai prosedur
d. Welding gap harus cukup
e. Permukaan kampuh harus benar-benar bersih
f. Kecepatan pengelasan harus stabil
4. Porositas
Porositas
merupakan cacat las berupa lubang-lubang halus atau pori-pori yang biasanya
terbentuk di dalam logam las akibat terperangkapnya gas yang terjadi ketika
proses pengelasan. Disamping itu, porositas dapat pula terbentuk akibat
kekurangan logam cair karena penyusutan ketika logam membeku. Porositas seperti
itu disebut shrinkage porosity.
Disebabkan oleh:
a.
Nyala busur terlalu panjang
b.
Arus terlalu rendah
c.
Kecepatan las terlalu tinggi
d.
Kandungan belerang terlalu
tinggi
e.
Kondisi pada saat pengelasan
yang tidak mendukung. Misalnya basah, berkarat atau berminyak
f.
Terjadi pendinginan las yang
cepat
g.
Terciptanya gas hydrogen akibat
panas
Langkah pecegahan:
a.
Memperpendek nyala busur
b.
Arus disesuaikan dengan
prosedur yang diperlukan
c.
Menggunakan elektroda yang
low-hydrogen
d.
Menggunakan baja dengan
kandungan belerang yang rendah
e.
Mengurangi kelembaban dengan
cara memberikan pre-head
f.
Meningkatkan kebersihan
material dengan cara digerinda terlebih dahulu
g.
Hindari pendinginan yang cepat
3.3 Prosedur Kerja Las Oksi-Asetilen
Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah
sebagai berikut:
1. Mempersiapkan
keseluruhan peralatan yang akan dipergunakan untuk mengelas dan pergunakan
kacamata las maupun alat pelindung yang lain. Terutama pada benda kerja, buat
garis terlebih dahulu daerah yang akan dilas.
2. Untuk menyalakan api, terlebih dahulu buka katub tabung
oksigen dan asetilen. Lalu atur tekanan yang diinginkan sesuai dengan nosel
yang dipakai.
3. Buka sedikit katub asetilen pada brander.
4. Nyalakan pemercik api lalu sulutkan pada ujung brander.
5. Atur besaran api kisaran satu jengkal panjang api dengan
mengatur katub asetilen kembali.
6. Lakukan pembukaan katub oksigen secara perlahan sesuai
dengan api yang diinginkan. Dalam hal ini, api yang akan dibentuk adalah nyala
api netral untuk pengelasan.
7. Mulailah pengelasan dengan cara pengelasan maju yaitu
dengan mengarahkan brander dari kanan ke kiri dengan
membentuk sudut 60° dan kawat las 30° terhadap benda kerja sedangkan sudut
melintangnya tegak lurus terhadap arah pengelasan. Cara ini banyak digunakan
karena cara pengelasannya mudah dan tidak membutuhkan posisi yang sulit saat
mengelas.
8. Awali pengelasan ini dengan
memanaskan benda kerja untuk membentuk kawah las terlebih dahulu sesuai denga
garis yang telah dibuat sebelumnya.
9. Lakukan pengisian bahan
tambah kawat las pada kawah. Panaskan benda kerja lalu dekatkan kawat las ke
benda kerja yang melumer. Lalu arahkan brander ke kawat las hingga melumer. Bila
dirasa besar hasil las tidak seimbang, dapat dilakukan pengarahan logam las
dengan memanaskan daerah yang akan ditambahkan.
10.Lakukan pengisian bahan
tambah hingga ujung benda kerja. Pastikan pengelasan membuahkan hasil las yang jadi sehingga saat pemukulan nanti tidak
hancur.
11.Untuk mematikan api dengan
menutup katub oksigen pada brander, lalu dilanjutkan dengan menutup katub
asetilen.
12.Dinginkan secara cepat hasil
las dengan memasukkan benda kerja ke dalam air menggunakan tang. Lalu lakukan
pemukulan untuk memastikan hasil jadi logam las.
13.Untuk mengakhiri pengelasan
ini, tutup katub oksigen dan katub asetilen pada tabung, lalu membuka kembali
katub oksigen dan asetilen pada brander untuk pembuangan sisa gas yang ada pada
selang gas atau saluran dan kemudian tutup semua katub.
14.Bila dirasa
hasil las sudah dirasa baik, maka proses pengelasan selesai dan kemasi seluruh
peralatan kerja. Namun bila belum, lakukan pembersihan benda kerja dan garisi
kembali kemudian lakukan prosedur dari awal kembali.
3.4 Analisa Hasil Las Oksi-Asetilen
Gambar
3.2 hasil pengelasan
(Dokumentasi
Pribadi)
Keterangan:
1. Cacat Porositas / voids
2. Cacat Overlap
3. Cacat Under Cut
Berikut ini merupakan analisa cacat yang terjadi pada hasil
pengelasan oksi-asetilen:
1. Porositas / voids
Porositas merupakan cacat las berupa lubang-lubang halus atau pori-pori
yang biasanya terbentuk di dalam logam las akibat terperangkapnya gas yang
terjadi ketika proses pengelasan. Disamping itu, porositas dapat pula terbentuk
akibat kekurangan logam cair karena penyusutan ketika logam membeku. Porositas
seperti itu disebut: shrinkage porosity.
Penyebab porositas antara lain:
a. Nyala busur terlalu panjang
b. Arus terlalu rendah
c. Kecepatan las terlalu tinggi
Cara penanggulangan cacat porositas adalah:
a.
Nyala busur harus di sesuaikan
b.
Penyetelan arus pengelasan yang tepat
c.
Mengatur kecepatan las, sehingga benda kerja
mencair dengan baik
2.
Overlap
Cacat ini dapat diketahui dengan
adanya penimbunan yang melebihi batas pada benda kerja. Cacat ini diakibatkan
karena pemberian bahan tambah atau filler
rod yang terlalu banyak. Kelebihan bahan tambah ini dapat diatasi dengan
memanaskan benda kerja kembali dan mengarahkan ke daerah yang belum ada
penimbunan.
3. Pegerutan Under
Cut
Cacat las yang lain adalah pengerukan atau yang sering disebut
dengan under cut pada benda kerja. Pengerukan ini terjadi pada
benda kerja atau konstruksi yang termakan oleh las sehingga benda kerja tadi
berkurang kekuatan konstruksi meskipun sebelumnya telah dilakukan pengelasan.
Sebab-sebab
pengerukan / Under cut las antara
lain:
a.
penggunaan parameter tekanan gas yang kurang tepat
b.
kecepatan pengelasan yang terlalu tinggi dan tekanan gas yang tidak sesuai
Cara penanggulangan cacat las ini adalah :
a.
Penggunaan parameter tekanan gas harus tepat
b.
Mengurangi kecepatan mengelas dan tekanan gas disesuaikan
dengan benda kerja yang akan dilas
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1.
Pengelasan
listrik dengan menggunakan elektroda RB-26
2.
Saat
mengelas sebaiknya menggunakan alat pelindung seperti : kacamata,baju
pelindung,sarung tangan agar tidak terjadi hal yabg tidak diinginkan.
3.
Tebal benda
kerja las 4mm
4. Untuk las SMAW generator
diatur 70-80 A pada plat atau benda kerja
5. Usahakan jangan sampai lengket
dan jangan terlalu cepat pada las SMAW
6. Untuk penggunaan las asetilin
untuk pertama regulator gas yang dibuka setelah itu regulator oksigen yang
dibuka.
7. Untuk mengelas asetilin
usahakan ujung api berbentuk runcing.
8. Untuk mengelas asetilin
pertama panaskan dahulu benda kerja setelah itu leburkan bahan tambah atau
kawat.
9. Tebal benda kerja las asetilin
2mm
4.2 Saran
1. Penambahan pada elektroda dan kawat las yang disediakan agar proses pemberlajaran las akan lebih
maksimal.
2. Perlunya tambahan asisten atau staf laboratorium
las untuk mendampingi proses pengelasan.
3. Perlunya penambahan kelengkapan alat-alat las. Agar mahasiswa tidak saling menunggu untuk menggunakan
alat tersebut.
4. Pengarahan untuk setiap proses dari
asisten lab agar pengelasan bisa sempurna sesuai yang diharapkan
5. Pada saat proses pengelasan
janganlah terlalu terburu buru, agar pengelasan tidak menimbulkan cacat yang
berlebihan
DAFTAR PUSTAKA
1.
http://laskarbit.blogspot.com/2009/03/pengelasan-dengan-oksi-asetilin.html
[Diakses tanggal 27 November]
3.
https://www.academia.edu/9326458/SHIELD_METAL_ART_WELDING_SMAW_LAS_LISTRIK[Diakses
tanggal 27 November]
4.
Kenyon, W. 1985. Dasar—Dasar
Pengelasan: Terjemahan Ir. Dines Ginting. Jakarta: Erlangga
5.
Wiryosumarto, Harsono.
Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 2000.
6.
Sumber dari Laboratorium
Pengelasan Logam/ Institut Teknologi Nasional Malang 2/jln karanglo km.2
malang.
7.
Dokumentasi Data Pribadi
[Diakses tanggal 12 desember 2016]-Institut Teknologi Nasional Malang 2
LAMPIRAN
Meja Las SMAW Meja
Las Asetelin
Peralatan Mengelas Apron
Kaca Mata Las SMAW Kaca Mata Las Asetilin
Sarung Tangan Las Penggaris Siku
Tempat Elektroda Sikat Baja
Elektroda
Tempat pendinginan
Palu Travo Las
Tabung Gas Asetilin Tabung Oxygen
Blander Penjepit Masa
Penjepit Elektroda Regulator
Proses Pengelasan SMAW Proses
Pengelasan Asitelin
Proses
Pengelasan Produk
Produk Pembuatan Sebuah
Kursi
Comments
Post a Comment